Apa Yang Terjadi Setelah Vaksin Covid-19?
Vaksin AstraZeneca yang saat ini digunakan pemerintah untuk vaksinasi covid-19 menimbulkan keraguan dari masyarakat, setelah kematian Trio Fauqi Virdaus menyeruak. Namun, menurut dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) RSUP Persahabatan, Dr. dr. Erlina Burhan, mengatakan semua obat termasuk vaksin covid-19 dari AstraZeneca bisa menyebabkan efek samping meskipun tidak semua orang mengalaminya.
Kemungkinan munculnya efek samping setelah vaksin adalah 1 dari 10 orang. Efeknya pun sifatnya sangat umum seperti nyeri, nyeri tekan, rasa hangat atau gatal pada bagian tubuh yang disuntik, rasa tidak enak badan, rasa lelah, menggigil atau merasa seperti demam, nyeri kepala, mual serta nyeri otot sendi.
Keluhan yang dirasakan lainnya adalah bengkak atau kemerahan pda bagian tubuh yang disuntik, demam, muntah atau diare, nyeri tungkai dan lengan. Selain itu ada juga gejala serupa flu seperti demam, nyeri tenggorokan, pilek, batuk dan menggigil. Menurut dr. Erlina keluhan tersebut umum atau mungkin muncul pada 1 dari 10 orang.
Untuk mengatasi berbagai keluhan tersebut obat yang mengandung paracetamol bisa digunakan untuk meredakan efek samping semisal nyeri dan atau demam.
"Bila terjadi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang berat dihentikan, bukan berarti berhenti selamanya. Ini sifatnya prosedural dan dilakukan untuk semua hal, bukan hanya vaksin tetapi juga obat. Efek samping vaksin rata-rata sama, ringan hingga sedang," tuturnya seperti dikutip dari Antaranews.com.
Efek berlebih atau tidak umum yang terjadi usai divaksin AstraZeneca merujuk pada gejala seperti pusing, nyeri perut, pembesaran kelenjar getah bening didekat lokasi tempat suntikan, keringat berlebihan, kulit terasa gatal, muncul ruam dan pembengkakan hebat pada bibir, mulut dan tenggorokan (yang mungkin menyebabkan kesulitan menelan atau bernapas).
"Ada juga yang sangat langka yakni penggumpalan darah disertai penurunan trombosit (trombositopenia), kasusnya sangat rendah hanya 4 kasus dalam 1 juta orang," jelas Erlina.
Lebih lanjut, untuk mencegah kasus-kasus pembekuan darah yang menurut laporan dialami 4 orang dari 1 juta orang, Erlina menyarankan orang-orang dengan masalah pengentalan darah, mengonsumsi pengencer darah, kelainan seperti trombosit atau penyumbatan untuk memeriksakan diri dulu sebelum vaksin.
Erlina mengatakan, anjuran ini mengedepankan prinsip kehati-hatian. Di Inggris, tempat produksi vaksin AstraZeneca, saat ada kasus KIPI berat maka vaksinasi dihentikan sampai ada bukti apakah ada hubungannya dengan vaksin atau tidak. Begiru laporan menunjukkan tidak ada hubungan, maka vaksinasi kembali dilakukan.
Di Indonesia sendiri sempat menghentikan sementara distribusi satu batch vaksin AstraZeneca yakni CTMAV547 sebagai upaya memastikan keamanan vaksin Covid-19 itu terkait KIPI yang dilaporkan.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Tingkat Pusat dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dr. Reisa Broto Asmoro mengatakan, penghentian ini sembari menunggu hasil investigasi Komnas KIPI.
"Dalam satu batch ada 448.000 dosis yang dari total 3,8 juta dosis vaksin AstraZeneca. Maka yang lain tetap dilanjutkan, ini hanya dihentikan sementara sambil menunggu hasil investigasi," terang Reisa.
"Begitu ada laporan serius, harus ada tindak lanjutnya, salah satunya pengujian terhadap vaksin. Dilakukan 1-2 minggu untuk memastikan keamanan vaksin tersebut. Memang ini upaya kehati-hatian pemerintah memastikan keamanan vaksin dan menghindari jatuhnya korban lagi kalau memang terbukti," lanjutnya.
dr. Reisa menekankan, vaksin AstraZeneca sudah masuk ke daftar penggunaan darurat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tergolong vaksin dengan jumlah penggunaan terbanyak di dunia khususnya Eropa dan terbukti berhasil menekan kasus baru.
"Jadi, apapun yang diberikan ke masyarakat, sudah dipastikan dulu keamanannya, mutu dan khasiatnya. Disadari adanya izin penggunaan darurat dari BPOM, fatwa MUI dan rekomendasi WHO, maka tenang saja manfaatkan vaksin ini. Kalau ragu, misalnya ada pengentalan darah, boleh periksakan diri dulu, tetapi tidak perlu ketakutan. Cari informasi yang benar," tutup Reisa.